Jumat, 04 November 2011

Ahmadiyah Sebagai Isolasionisme


2.1   Biang Keladi
Pada tahun 1933 di kota Lahore India, terjadi huru-hara. Pada mulanya para Ulama bersama-sama kaum muslimin yang dikenal dengan sebutan - Golongan Ahrar - mengajukan appeal pada Pemerintah agar aliran Qadiani atau yang lebih dikenal dengan nama: AHMADIYAH, dinyatakan sebagai aliran non­Islam. Mereka juga minta agar Sir Zafrullah Khan, seorang tokoh dari kelompok Ahmadiyah, dipecat dari kabinet India.1
Zafrullah Khan di samping seorang negarawan terkenal, juga seorang diantara tokoh-tokoh Salvation Army Ahmadiyah yang giat menyusun keku­atan di atas terutama mempengaruhi kalangan pemerintahan maupun militer.
Kepala pemerintahan daerah Punjab barat, tuan Mumtaz Daultana, eng­gan sekali untuk turun tangan serta mengambil sikap bertolak belakang dengan keinginan para Ulama; Ia merasa akan mengakibatkan timbulnya kekeruhan dalam suasana politik di negerinya.2
Bagaimanapun juga pada akhirnya pertemuan dengan mereka tidak bisa dielakkan lagi. Dalam suatu perundingan yang lama, antara para ulama dengan perdana menteri Nazimuddin serta tuan Mumtaz Daultana, tokoh-tokoh dari pemerintahan India ini ternyata bersikap kaku, lamban bahkan menolak untuk mempertimbangkan tuntutan mereka itu.
Suasana hangat dalam pertemuan itu, kiranya telah menembus ke luar gedung meliputi massa kaum Muslimin yang sedang menunggu hasil­hasilnya. Kegelisahan pada mereka telah merata, kesabaran telah lenyap, dan tanpa menanti lebih lama lagi, mereka mulai bergerak turun ke jalan-jalan mengadakan demonstrasi. Kemarahan dan emosi membawa mereka, bagaikan arus yang menyisihkan setiap rintangan di depan bahkan kekerasanpun terjadi di sana-sini.3
Pemerintah cepat-cepat turun tangan. Melalui campur tangan militer, keadaan yang penuh ketegangan itu berubah menjadi keadaan yang mencekam dada, pekik dan tangis terdengar, ketakutan tampak pada wajah-wajah mereka. Suatu peristiwa yang sulit untuk dilupakan, telah terjadi di tempat berkumpulnya kaum Muslimin itu. Pada suatu ketika, sebuah jeep dengan kecepatan yang luar biasa mendadak muncul menerjang ke arah kelompok­kelompok massa kaum Muslimin, sambil melepaskan tembakan-tembakan membabi buta. Maka jatuhlah korban yang tidak sedikit jumlahnya.
Seorang Ahmadiyah yang fanatik berkata, bahwa "peristiwa jeep" itu adalah suatu mu'jizat, dan para penembak didalamnya tidak lain adalah Malaikat­malaikat Tuhan yang dikirim untuk menolong Ahmadiyah.4
Suatu kenyataan yang jelas ialah, bahwa pemerintah dalam bertindak telah berdiri berat sebelah. Dalam suatu laporan tertulis yang disampaikan oleh hakim-hakim Mohammad Munir dan M.R. Kayani, dimana kedua orang tersebut menghakimi seluruh sidang-sidang perkara Ahrar, ternyata isi laporan mereka itu sangat kabur serta merugikan para Ulama. Naseem Saifi, seorang tokoh Ahmadiyah kelahiran Qadian, mengutip isi laporan tersebut, sebagai berikut:
"Jelas sudah, bila pemimpin-pemimpin Ahrar itu mengetengahkan pada publik hanya soal-soal perbedaan dalam Agama, maka suguhan mereka itu tidak aka berpengaruh apa-apa. Akan tetapi bila pada mereka diissuekan bahwa Ahmadiyah  menghina Nabi Muhammad dengan cara mengumumkan kenabian baru sesudah kenabian akhir Muhammad s.a.w. bahkan nabi baru itu jauh lebih  mulya. Maka disinilah jebakan pemimp-pemimpin Ahrar itu mengenai sasarannya dengan tepat. Ummat Muslimin akan tergugah, terkejut, bahkan murka mendengar pidato-pidato semacam itu."5
 
Sesudah laporan Munir dan Kayani tersebut, datang lagi laporan dari Badan Penyelidik Kejahatan Pemerintah, yang nadanya lebih keras serta memberatkan pemimpin Ahrar. Ahmadiyah mengutip isi laporan tersebut:
 
"Sesungguhnya para pemimpin Ahrar itu tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya telah bermain api. Mereka sedang membangkitkan kemarahan di kalangan ummat Islam sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya korban-korban jiwa,  kerusakan-kerusakan, penghinaan dan lain­lain tidak dapat dielakkan lagi. Suatu tindakan keras harus segera diambil! "6
 
Demikianlah tindakan tangan besi pemerintah telah merenggut jiwa kaum Muslimin tidak sedikit. Sungguh patut disesalkan bahwa telah terjadi peristiwa tragis semacam itu; padahal benih-benih yang menyebabkan timbulnya api kemarahan ummat yang sekaligus telah merenggut jiwa mereka yang tidak sedikit itu, masih tetap bercokol.
Sudah selayaknya bila pemerintah India pada waktu itu menelaah jauh­jauh sebelumnya sebab-sebab dari timbulnya kemarahan kaum Muslimin. Bahwasanya apa yang telah diucapkan oleh pemimpin-pemimpin Ahrar
itu, tidak semuanya fitnah semata-mata. Munculnya nabi baru sesudah kenabian akhir Muhammad s.a.w., memang telah dipropagandakan oleh Ahmadiyah, dimana Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah itu sendiri yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru di kalangan ummat Islam. Justru inilah, nabi baru itu, benih diantara benih-benih yang ditanam Ahmadiyah, yang telah menimbulkan kemurkaan ummat mencapai puncaknya.
 
Tiga tahun kemudian setelah terjadinya peristiwa Ahrar tersebut, DR. Mohammad Iqbal, Failosoof dan Pujangga besar Islam mengirim sepucuk surat pada Pandit Nehru, dimana beliau mengutarakan pendiriannya terhadap Ahmadiyah. Isi dari surat beliau tersebut yang bertanggal 21 Juni I936, berbunyi:
 
"Sahabatku Pandit Jawahar Lal,
 
Terima-kasih atas surat anda yang telah kami terima kemarin. Pada saat saya menulis jawaban atas artikel-artikel anda, saya merasa yakin bahwa anda tidak menaruh minat apapun terhadap sepak-terjang orang-orang Ahmadiyah itu. Kendatipun demikian adanya saya menulis juga jawaban tersebut, ialah semata-mata didorong untuk membuktikan, terutama pada anda, bagaimana sikap loyalitas kaum Muslimin di satu pihak, dan bagaimana sebenarnya tingkah laku yang ditontonkan oleh gerakan Ahmadiyah itu. Setelah diterbitkan risalah kami, saya mengetahui benar-benar bahwa tidak seorang Muslimpun yang berpendidikan, menaruh perhatian atas asal-usul maupun perkembangan ajaran­ajaran Ahmadiyah. Selanjutnya perihal artikel-artikel yang anda tulis itu, bahwasanya bukan saja penasihat-penasihat Muslim anda yang berada di Punjab yang merasa cemas, bahkan hampir di seantero negeri mereka semua cemas. Hal ini lebih membuat mereka gelisah, bila memperhatikan bagaimana orang­orang Ahmadiyah bersorak-sorai karena artikel anda itu. Tentu saja dalam hal ini surat kabar Ahmadiyah banyak membantu sepenuhnya timbulnya prasangka dan kecemasan-kecemasan itu. Namun demikian, pada akhirnya saya sungguh bergembira bahwasanya anda tidak sebagaimana yang kami cemaskan itu.
 
Selanjutnya perlu saya utarakan di sini bahwa perhatian saya terhadap ilmu ke-Tuhan-an, kurang. Akan tetapi saya mulai gandrung padanya, ketika saya harus mengenal Ahmadiyah dari asal-usulnya. Ingin saya meyakinkan anda di sini, bahwa risalah yang saya tulis itu adalah semata-mata untuk kepentingan Islam dan India. Kemudian  saya tidak pernah ragu untuk menyatakan disini, bahwasanya orang-orang Ahmadiyah itu, adalah pengkhianat-pengkhianat terhadap Islam dan India.
 
Saya menyesal sekali tidak mendapal kesempatan menemui anda di Lahore. Saya jatuh sakit pada hari-hari itu dan tidak keluar dari bilik. Bahkan hampir selama dua tahun terakhir ini saya berada dalam keletihan dikarenakan sering jatuh sakit. Harap anda kapan saja bila anda datang lagi ke Punyab. Kemudian apakah anda telah menerima surat saya yang berkenaan dengan usul anda mengenai penyatuan hak-hak kemerdekaan kaum sipil. Ketika anda tidak menyinggung lagi hal tersebut dalam surat anda, saya merasa kuatir bahwa anda tidak pernah menerimanya.


Wassalam, sahabatmu,"


Sd. Mohammad Iqba
l.
7
Apa sebab DR. Iqbal termasuk diantara mereka yang menyerang Ahmadiyah, bahkan menyatakan sebagai pengkhianat-pengkhianat terhadap Islam dan India? Justru pendirian beliau inilah yang harus digaris-bawahi sebagai suatu problema yang patut diteliti sejauh mungkin. Beliau sendiri tidak berkesempatan untuk menulis tentang dalih-dalih maupun dasar-dasar dari pernyataannya yang drastis itu secara luas, mungkin dikarenakan kesehatannya yang banyak terganggu. Akan tetapi beliau tidak lupa memberikan metode-metode yang baik dalam rangka mengenal Ahmadiyah. Sebaliknya bagi pemerintah India, sudah sewajarnya bila pernyataan Iqbal tersebut dijadikan sebagai titik-tolak daripada penelitian yang seksama terhadap gerakan Ahmadiyah. Setidak-tidaknya bertindak sebagai penen­gah yang suka mendengar suara-suara ulama yang tidak diragukan identitas maupun kwalitasnya, termasuk suara Iqbal.
Jika tidak, maka apa yang terjadi kemudian ialah timbulnya gerakan­gerakan estafet para Ulama maupun kaum muslimin yang bersikap menentang hadirnya aliran Ahmadiyah dalam tubuh Islam.
Bukti-bukti timbulnya gerakan-gerakan estafet telah ada. Peristiwa­peristiwa yang hampir sama dan dari sebab-sebab yang sama telah terjadi; mengambil tempat di anak benua India kembali.
2.2    Kemurkaan Estafet
 
Pada tanggal 15 Mei 1953 di kota Lahore Pakistan, seorang Ulama besar, syed Abul A'la al-Maududi, karena menyerang keras aliran Qadiani (Ahmadiyah) dan bersama-sama kaum Muslimin menuntut  agar pengikut­pengikut  Ahmadiyah dinyatakan sebagai golongan non-muslim, oleh pengadilan militer di Lahore, beliau dan seorang Ulama bernama Maulana Niazi, dijatuhi hukuman mati! 8
Berita vonnis yang tidak disangka-sangka itu, bahkan tidak pernah ter­lintas dalam pikiran kaum Muslimin, telah menimbulkan kepanikan di kalangan ummat Islam Pakistan, India, bahkan seluruh dunia Islam ikut terkejut atasnya.9 Keputusan akan "membunuh" tokoh kecintaan ummat, seorang mujahid, dan seorang sumber ilmu Agama yang tidak kering­keringnya itu, telah menimbulkan kekhawatiran dan kegelisahan dimana­mana. Kemarahan kaum Muslimin hampir-hampir tidak dapat dibendung lagi.
 
Melihat situasi yang semakin panas itu, pemerintah cepat-cepat turun tangan, mengambil langkah mendatangi Syed Maududi di tempat tahanannya, menawarkan pada beliau kesempatan untuk mohon ampun dan mohon dikasihani. Namun dengan sikap yang berani dan tegas, beliau berkata:
"Tidak, lebih baik aku mati daripada merendah-rendah diri di hadapan suatu Tyran. Jika ini sudah Takdir Allah, aku dengan segala keikhlasan menerimanya. Akan tetapi jika ini bukan KehendakNya, maka ketahuilah! Jangan coba-coba menyakiti diriku."10
Melihat pendirian syed Maududi begitu gigih, lebih-lebih sikap dari kaum Muslimin Pakistan, India, dan seluruh dunia Islam dalam suasana prihatin, akhirnya pemerintah menempuh jalan lain dan merobah hukuman mati atas diri syed Maududi menjadi hukuman penjara selama 20 tahun. Namun tidak lama kemudian jumlah 20 tahun itu berobah lagi, bahkan berobah berkali-kali sehingga sampai pada hukuman penjara dua tahun.
Tindakan drastis oleh pengadilan militer Lahore atas diri Ulama besar itu, menurut sinyalemen maupun pendapat-pendapat tokoh-tokoh pemerintahan dan militer, didasarkan atas pertimbangan politis semata-mata. Namun bila diteliti lebih seksama, pokok pangkal daripada peristiwa 1953 itu, ialah agitasi golongan Ahmadiyah, yang terang-terangan mengacaukan ketentraman iman kaum Muslimin dan membelakangi aqidah mereka.11
Bahwa sebab utamanya terletak pada kegiatan Ahmadiyah mempropagan­dakan faham-fahamnya yang bersimpang jalan itu, tidak diragukan lagi. Peristiwa yang sama dan dari sebab-sebab yang sama telah terjadi lagi, mungkin suatu peristiwa yang akhir, akan tetapi mungkin juga bukan terakhir, telah mengambil tempat di anak benua India kembali.
Pada tanggal 8 Juni 1974, di Islamabad Pakistan, telah terjadi demonstrasi kemarahan kaum Muslimin yang mencapai klimaxnya. Kali ini peristiwa itu lebih banyak makan korban harta benda dan jiwa. Gerakan Ahmadiyah yang mula-mula menceritakan kejadiankejadian tersebut, berkata:
"Sejak Minggu terakhir dari bulan Mei 1974 telah terjadi kerusuhan­kerusuhan di Pakistan. Dengan dihasut oleh kaum Ulama dan digelorakan oleh surat-surat kabar kaum Islam yang fanatik menjalankan tindakan kekerasan terhadap orang-orang dan harta benda milik jemaat Ahmadiyah di Pakistan. Orang-orang Ahmadiyah dibunuh dan mesjid, rumah, toko, perpustakaan, pabrik, gudang dan klinik mereka dirampoki, dihancurkan dan dibakar. Boikot sosial dan ekonomi dilakukan terhadap o-orang Ahmadiyah di seluruh Pakistan sehingga mereka tak dapat memperoleh bahan kebutuhan sehari-hari, bahkan air minum tak dapat mereka beli. Bayi-bayi juga menderita akibat boikot itu, karena susu untuk mereka tak bisa didapat."12
Bahkan rentetan dari peristiwa itu lebih jauh lagi. Di luar Pakistan, dari kota Mekkah Al-Mukarramah, telah datang keputusan Rabithah 'Alam Islamy, menyatakan golongan Ahmadiyah sebagai   golongan non­Muslim serta melarang anggauta-anggautanya naik haji. Jelas sudah, bahwa penyebab utama timbulnya kerusakan-kerusakan maupun korban jiwa itu, datang dari Ahmadiyah sendiri. Aliran inilah biang keladi dari kemarahan ummat Islam yang tak terbendungkan itu.
Sungguh sangat disesalkan telah terjadi peristiwa itu, akan tetapi sangat disayangkan bahwa pemerintah tidak mengambil inisiatif jauh­jauh sebelumnya, bahkan jauh sebelum peristiwa-peristiwa yang silam itu, untuk menghentikan aliran Mirza Ghulam itu dan menyatakan sebagai aliran non-Islam maupun membubarkannya sekaligus!
Sudah jelas, bila golongan kecil Ahmadiyah ini, bila dikaji faham­fahamnya, maupun aqidahnya ataupun hanya disebut-sebut. namanya, akan menimbulkan tidak sedap dan menggelisahkan kaum Muslimin, bahkan bisa terjadi kemarahan-kemarahan dan korban. Ia jauh lebih terorganisir, rapi, sempurna, dan persiapan-persiapan masa depannya maupun keuangannya sangat padat.
Sebaliknya dari peristiwa 1974 itu, gerakan Ahmadiyah sendiri mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda. Golongan ini berkata:
"Rahasia di-non-Islamkannya Ahmadiyah, ialah sebagaimana yang diberitakan oleh harian - Imroz Lahore Pakistan, seperti berikut ini: Chiniot, 16 November (74). Menteri Kehakiman Propinsi merangkap urusan Parlemen, Sadar Asghar Ahmad, dihadapan rapat akbar di Jerwala mengatakan, bahwa partai rakyat (yang berkuasa di Pakistan sekarang) telah berhasil menyelesaikan masalah "Khataman Nubuwah" dengan cara yang amat bijaksana. Penyelesaian masalah ini merupakan kejadian besar sesudah peristiwa Karbala yang tercatat dalam sejarah Islam. Perdana Menteri Ali Butto telah berhasil menghancurkan siasat pemimpin­pemimpin opposisi dengan menyelesaikan masalah Qadiani itu."

Kelihatan belangnya, bukan? Kita ini (Ahmadiyah) memang sudah tau.     Itu­lah sebabnya tidak pernah kecil hati. Permainan politik memang begitu. Kaum opposisi di pemilihan umum mendatang (1975) di Pakistan ingin menjadikan masalah Ahmadiyah sebagai issue menarik untuk memperoleh suara. Tetapi Ali Butto bukan goblog. Dia tau mental "alim-ulama" yang rakus kursi, berselimutkan Agama ingin mencapai tujuan politis."13
 
Lebih lanjut Ahmadiyah berkata:
 
"Saudi Arabia atau Rabhitah kalau mencap Ahmadiyah non Islam - tidak mengherankan. Itu biasa, asal jangan Tuhan yang me-non­Islamkan."14
 
Bahwa peristiwa di Pakistan itu merupakan tindakan kaum oposisi serta para Ulama dengan maksud untuk mencapai tujuan politis, itu adalah pendapat Ahmadiyah pribadi. Adalah sukar untuk diterima, bahwa ikut sertanya Organisasi Dunia Islam yang berkedudukan di Mekkah itu, termasuk dari rasa solidaritas atau bertindak dalam rangka membantu tujuan politis kaum oposisi di dalam negeri Pakistan. Melainkan yang logis dan mudah dimengerti, bahwa Rabhitah Alam Islamy telah me-non-Islamkan Ahmadiyah dan sekaligus melarang angauta-anggautanya naik haji, ialah atas dasar-dasar pertimbangan serta penelitian yang seksama akan bentuk hakiki dari gerakan Ahmadiyah itu. Ulama-ulama di Pakistan, India, atau dimana saja, melihat gerak-gerik Ahmadiyah tidak lagi dari segi-segi lahirnya, akan tetapi pada segi­segi bagian dalamnya.
Kenyataan dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ah­madiyah sendiri, bahkan semenjak fajar-fajar munculnya Mirza Ghulam Ahmad dan alirannya, sikap dan tindakan para Ulama selalu menentang keras padanya. Dari suatu pengamatan yang teliti, benih-benih yang ditanam Ahmadiyah di kemudian hari jauh berbeda-beda dari sebelumnya, ia lebih banyak menonjolkan merk Islamnya daripada sifatnya yang complex.
Syukur bahwa dari Ulama-ulama yang masyhur seperti: Mohammad Hadr Husein, Abul Hasan Ali an-Nadwi, Abdul 'Alim Assidiqhi, Abul Ala al­Maududi dan lain-lain, telah berhasil membuka selubung kulit Ahmadiyah serta mengurai-urai isi dalamnya. Predikat Ulama yang ada pada mereka, lebih­lebih lagi sebagai putera-putera dari anak benua India, tidaklah menimbulkan keragu-raguan untuk menyatakan bahwa hasil-hasil tulisan mereka tentang kesesatan Ahmadiyah, adalah hasil dari sikap-sikap yang jujur, obyektif dan tidak emosional. Sehingga apa yang tidak jelas dari "Apa dan Siapa Ahmadiyah itu" menjadi jelas dan disadari.
Namun demikian, kendati hasil telah dicapai, yaitu kesadaran kaum Muslimin terhadap aliran Mirza Ghulam Ahmad itu, akan tetapi pada kenyataannya pencapaian Ulama-ulama itu belumlah sampai pada titik-titik intinya, belum mengena bahkan belum menyentuh sekalipun pada lubuk dasar yang hakiki dari Ahmadiyah. Akibatnya karena hal-hal tersebut, maka problema-problema baru yang tampaknya lebih segar dan logis, susul­menyusul datang dari  Ahmadiyah. Bagaikan suatu santapan yang dihidangkan pada kaum Muslimin, lebih sedap dipandang, lebih enak disantap dan lebih komplit dari yang sudah-sudah.
Ternyata Ahmadiyah berada dalam sigap berdiri di atas kuda-kuda, menanti setiap serangan maupun kritikan dari luar dan siap pula menangkis dan menyerangnya. Lebih jauh Ahmadiyah berkata:
"Memang, seperti di persada Indonesia ini, umpamanya, masih ada pula gelintiran manusia-buta yang menganggap Ahmadiyah itu sesat. Sekalipun mereka tak mampu membuktikannya menurut Qur'an dan Hadits Nabi s.a.w. dan tak pula mampu memperhadapkan "dalil-dalil" nya itu dengan Ahmadiyah, namun sekali-sekali terdengar pula cetusan hati-kotornya yang tak pernah membekas "juridu li-yuthfi 'u nurallahi bi-afwahihim" (mereka berhasrat memadamkan cahaya kebenaran Ilahy itu dengan mulutnya), tentu saja tak mungkin. Sebab itu untuk mereka tak lain ialah: "mutu be-ghaidhikum" (benci dan dengkinya akan dibawa atau membawa mereka pada maut."15
Akhirnya dengan lantang Ahmadiyah berkata:
"Anda orang berakal, bukan? Jangan mau diburung-ontakan oleh anasir-anasir yang memusuhi Ahmadiyah dengan cara lempar batu sembunyi tangan. Rata-rata mereka berkaok-kaok dari belakang Ahmadiyah tetapi tidak berani berhadapan. Mereka tau akan kelihatan belangnya."16


1 komentar:

  1. Sega Genesis CD - The King of Dealer
    The legendary Sega CD is on sale now for $31.49 with shipping worldwide on orders kirill-kondrashin over $764/month. You Can Find 카지노 Dealers, Publisher: FunkotronRelease Date: 15/28/93Genesis Rating: 5 · ‎1 review

    BalasHapus